Perahu Kayu

You live on the bayou
The bayou connects to the stream
The stream connects to the river
The river flows to the gulf
The gulf flows in the ocean
And the ocean touches the shores of the countries of the world

You all have a boat
You can go anywhere
From where you are !



Tenri Gau menghampiri ibunya yang tengah sibuk membolak-balikan barisan ikan asin yang dijemur. Dengan bahasa isyarat, ibunya meminta anak gadisnya itu  untuk beristirahat. Gadis itu duduk disebelah ibunya dan  merebahkan kepalanya dipangkuan ibunya dengan manja. “Anakku Tenri, sumber kebahagiaan dalam hidup ini adalah hati kita nak.” Kata Indo Bombang sambil mengelus kepala puterinya. 

Indo Bombang menatap wajah puterinya, menggunakan gerakan mulut dan tangan begitulah caranya berkomunikasi dengan puterinya yang bisu dan tuli. “Pandailahlah bersyukur nak. Kini, kita hidup diantara anyirnya bau amis ikan asin ini. Kita tak pernah tahu keajaiban apa yang akan kita jumpai dimasa nanti.” kata Indo Bombang sambil mengusap rambut puterinya dengan lembut.

Dari pernikahannya dengan Ambo Rawallangi, Indo Bombang dikaruniai dua orang anak; Tinro Pallawarukka dan Tenri Gau. Sewaktu mengisi liburan sekolah, sekeluarga berperahu menuju kepulauan Seribu. Ketika sedang asyik-asyiknya mendengarkan permainan biola Tinro dan nyanyian merdu Tenri kecil. Tiba-tiba angin badai menerjang menggulung ombak, membalikkan perahu yang tidak terkendali.

Terombang - ambing di hempas gelombang Ambo Rawallangi tewas terdampar disalah satu pulau yang tidak berpenghuni. Indo Bombang orang yang pertama menemukan jenazah suaminya. Wanita ini hanya menangisi nasibnya yang kehilangan suami dan terpisah dari kedua buah cintanya. Dalam keputusasaannya Indo Bombang terus berdo’a dan memohon pertolongan pada yang Maha Kuasa. Hingga ia tertidur dan bermimpi suaminya yang telah meninggal itu berbicara padanya. “Isteriku …bersabarlah. Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Hapus air matamu, sayang. Ikhlaskan aku pergi. Aku percaya dirimu wanita yang tegar. Yakinlah, engkau pasti mampu membesarkan kedua anak kita. Bangkitlah sayang demi Tinro dan Tenri”

Indo Bombang sadar dari pingsannya, kembali ia menangis. Setelah lelah menangis dan tidak menemukan pilihan lain selain bangkit. Perempuan ini hanya mengikuti perintah alam bawah sadarnya untuk menutupi jasad suaminya dengan pelepah daun kelapa yang banyak berserakan dipulau yang tak bertuan itu. Seperti dibantu kekuatan ghaib, ia membalikkan perahunya yang terbalik dan meletakkan jasad Ambo Rawallangi di atas perahu. Kemudian  Indo Bombang mengayuhkan arah sampannya mencari pertolongan. Hingga berjumpa dengan petugas kelautan yang menjaga perairan kepulauan seribu. Petugas itu membantunya dengan selamat ke daratan Muara Angke.
~
Ombak laut mengombang - ambing dua raga manusia kecil yang dihempaskan diantara belukar pohon bakau. Tinro Pallawarukka mengapit tubuh kecil Tenri Gau, adiknya yang pingsan. “Tolong..tolong…” teriak Tinro meminta pertolongan.

“Eh! dengar itu !. Ada suara orang minta tolong kak.” Kata Gatta kepada Marauleng. “Ah, hantu kali. Mana ada manusia dihutan bakau yang sepi seperti ini.” Jawab Marauleng menyangkal pendengaran Gatta yang mendengar teriakan orang meminta tolong. Tapi suara itu semakin jelas dibawa angin. “ Ya ! Benar ! Aku kenal suara itu …Ayo! ..ayo ! Ayuhkan sampan kita kearah suara itu. Aku jelas mendengarnya ini bukan suara hantu!” Ujar Marauleng yang melajukan perahu mereka ke arah sumber suara tersebut. Kedua pemuda ini menemukan Tinro yang memeluk erat Tenri diantara semak belukar pohon bakau.
~
Indo Bombang bahagia putera dan puterinya selamat. Dibantu keluarga dan tetangga, jenazah suaminya dimandikan dan dikafani. Banyak orang yang datang menyalati jenasah suaminya. Ambo Rawallangi  dimakamkan di tempat pemakaman umum Tanah Kusir.
~
Sejak kejadian itu Tenri Gau berubah menjadi pemurung. Gadis kecil yang lincah dan ceria ini menjadi pendiam. Seperti memiliki dunianya sendiri yang sepi. Gadis ini tidak segera menjawab panggilan ibunya. Melihat kelainan ini. Indo Bombang membawanya ke puskesmas terdekat. Menurut pak mantri kesehatan, gendang telinga gadis kecil ini pecah. Mungkin karena banyaknya air yang masuk ke telinga Tenri sewaktu terdampar di hutan bakau. Pembuluh telinganya yang pecah juga mempengaruhi pita suaranya. Tenri Gau menjadi gadis bisu dan tuli.  Sang mantri menyarankannya ke spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan. Tapi karena ketidakadaan biaya. Kondisi Tenri Gau dibiarkan saja ia remaja. 

Tenri Gau bersyukur almarhum pamannya yang seorang guru pernah mengusahakannya untuk bersekolah  disekolah umum hingga Sekolah Menengah Pertama. Karena teman-temannya mengejek dia urung untuk melanjutkan pendidikannya disekolah umum. Tidak ada Sekolah Luar Biasa di Muara Angke saat itu. Kemiskinan tidak menyurutkan Indo Bombang, ibunya untuk selalu menyemangati Tenri Gau. Dibalik kekurangannya Tenri Gau pandai melukis dengan berbagai media. Kesehariannya bermain dipantai membuatnya sangat menguasai melukis dengan pasir. Tenri belajar secara otodidak. Kemiskinannya tidak memberikannya kesempatan untuk berguru kepada sang maestro seni lukis. Namun hasil karyanya yang murni curahan hatinya membuat karyanya tidak bisa diremehkan begitu saja.

Sementara Tinro Pallawarukka mendapatkan beasiswa di Perguruan Tinggi Ilmu Pelayaran. Tinro menemukan edaran perlombaan melukis di asramanya. Ia teringat adiknya yang pandai melukis dengan pasir. Tinro mengikuti sertakan adiknya dalam lomba itu. Hingga Tenri Gau yang sering mengikuti perlombaan melukis, keluar sebagai pemenang. Tenri Gau menjadi juara pertama diperlombaan tingkat propinsi tersebut.

Sebuah sekolah luar biasa meminta Tenri Gau untuk menjadi karyawan pengajar seni lukis di sekolah luar biasa tersebut. Matanya berbinar bahagia. Dari gerak mulut dan tangannya mengisyaratkan terimakasih pada yang Maha Pencipta, ibu dan kakaknya Tinro Pallawarukka. “Anak – anakku. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran melainkan orang orang yang berakal.” kata Indo Bombang mengutip surat Al Baqarah 269 kepada putera-puterinya.

Muara Angke, 1992
HTML Guestbook is loading comments...

Blog Archive

Koleksi Kisah Fiksi Karya ROSE