Melati Konstatinopel

Dividers for Myspace @ Fillster.com
"Pak, silahkan tanda tangan disini," kata wanita berwajah oriental dengan ramah. "Loh? Anda berbahasa Indonesia?" tanya Harmoko Djurno, salah seorang pelanggan di tempat pengiriman uang tersebut. Dikampung Ruwais ada tiga tempat pengiriman uang. Salah satunya dekat dengan klinik didalam komplek perumahan yang penghuninya dari berbagai penjuru dunia ini. 
"Saya dari Indonesia pak." jawabnya. 
"Baru ya?" tanya Harmoko lagi. 
"Sebulan disini pak." jawab Melati. 
"Saya pikir Chinese atau Nepali." 
Melati Pradnya Pangesti hanya menanggapinya dengan tersenyum. 
"Terimakasih, pak." 

Setelah mengambil tanda terima pengiriman uang, Harmoko meninggalkan meja Melati. 

Tiba giliran Mehmet Bozdemir dan Ozden Ozenrenler, dua pria Turkey. Mereka mengirim uang bukan dalam kurs Lira tapi dalam bentuk US Dollar ke Indonesia. " Total 15.000 dirhams, including charge Sir."  ujar Melati. Sesaat pandangan mata Mehmet dan Melati saling bertatapan. Ozden, menggoda Mehmet dalam bahasa Turkey. Mereka hanya senyam-senyum saja. Melati jadi gugup dibuatnya. 

Siang itu suhu udara Ruwais, sangat panas 40* celsius. Tiba-tiba darah segar mengalir dari kedua lubang hidung Melati. Atasannya yang melihatnya, memberikan Melati cuti. Melati pergi ke klinik, yang berada di dekat kantornya. Syukurlah ada seorang suster yang dikenalnya. Tanpa menunggu terlalu lama, suster Liana Djurno merawat mimisannya dengan tetesan adrenalin untuk menghentikan darah. Melati duduk diatas tempat tidur pasien. Liana juga memberikan kompres dingin disekitar hidung Melati. 

Melati kembali bertemu dengan dua pria Turkey tersebut, kali ini Ozden akan diganti perban oleh suster Liana. " Mbak tugas sendirian?" tanya Melati. 
" Iya, teman saya sedang cuti melahirkan." jawab Liana. Setelah berpamitan dengan Melati, Liana pergi ke ruangan sebelah untuk merawat Ozden. 
Mehmet menyapa Melati, Hai, Mel. What happen to you?"
" I got a little bit bleeding from my nose. Maybe due to hot climate."
" Take care,"
" Thank you. Why are you here?"
" Ozden had trauma on his knee, after played foot ball." katanya seraya berbisik sambil mengerlingkan mata kanannya menggoda Melati. 
" Mel, I don't see a single ring on your finger. Are you single?." tanya Mehmet.
" And you. I don't see either. Don't you ?"
Mehmet dan Melati hanya senyam-senyum. Tiba-tiba Liana masuk, " Nah, gimana Mel? Oh maaf, lagi bicara sama obatnya ternyata. Mehmet itu bisa berbahasa Indonesia Mel !" kata Liana menggoda Melati. 

Mereka berempat mentertawakan kekonyolan mereka. Entah apa yang dibicarakan Ozden dan Mehmet dalam bahasa Turkey. Dari bahasa tubuh mereka, sepertinya memberi rambu kalau anak-anak manusia ini terinfeksi virus merah jambu. 


" Melati, nanti pulang jam berapa?" tanya Liana.
" Atasan saya sudah memberikan saya dua hari libur mbak." 
" Oh, kebetulan kalau gitu. Makan dan tidur dirumahku ya. Hari ini ulang tahunku."
" Selamat ulang tahun."
" Terimakasih."

Melati Pradnya Pangesti siang itu makan bersama dirumah Liana Djurno
"Loh, ini bapak yang tadi itu kan?" kata Melati pada seorang pria yang tengah menonton telivisi diruang tengah. " Dia Harmoko Djurno, suami saya." kata seorang wanita yang duduk disebelahnya. 
"Ini loh mah, mbak Mel. Kasir baru di pengiriman uang yang tadi melayani papah," kata Harmoko pada isterinya. " Melati, suster Herland Gomez ini kakak iparku. Dan mas Harmoko ini kakak kandungku," kata Liana menjelaskan. " Senang berkenalan dengan anda semua, " kata Melati ramah. 

Tak lama datang para karyawan yang bekerja di klinik tersebut. Ada Mariam, Sharon dan Merlene membawa kue Black Forest dengan lilin 24 tahun. Afzral, Hamid dan Hussein juga hadir di  pesta itu. " Wah, mbak Liana nggak bilang-bilang kalau ulang tahun dan buat pesta. Saya tidak bawa kado. " kata Melati. " Yang terpenting do'a dan kehadiran kalian semua ".

Dua pria Turkey itu juga ada disana. " Mereka ini  tenaga kontraktor ditempat mas Harmoko bekerja. Mel." kata Liana menjelaskan pada semua orang yang hadir disana. Pesta diadakan secara sederhana saja.

Setahun sudah pertemanan mereka. Ozden Ozenrenler semakin dekat dengan Liana Djurno.  Melati Pradnya Pangesti dengan Mehmet Bozdemir. Mereka sering berlibur bersama dengan keluarga Harmoko Djurno dan Harlend Gomez yang sudah dikaruniai seorang remaja putra.

Disuatu senja, ketika mereka tengah berdua saja Harlend bertanya pada Liana,"Liana, bagaimana hubunganmu dengan Ozden. Kakak lihat kalian semakin akrab saja,"  
" Entahlah kak, dia ingin memohon restu orangtuanya dulu. Bila orangtuanya setuju. Mereka akan kesini untuk meminta persetujuan mas Harmoko Kak," kata Liana. 
Setelah kedua orangtua Liana meninggal, Harmoko Djurno lah yang akan menjadi wali nikahnya kelak.  

Kontrak kerja Ozden dan Mehmet dinegeri falcon sudah selesai. Mereka kembali ke Turkey. Ozden benar-benar putus komunikasi dengan Liana. Mereka tidak saling menelpon, berkirim e-mail maupun face book. Sementara Mehmet masih berkomunikasi dengan Melati. 

Setahun sudah, Melati Pradnya Pangesti memutuskan kembali ke Jakarta karena Leukimia. Penyakit yang dideritanya meminta penanganan yang serius. 

Mehmet datang menemui keluarga Melati Pradnya Pangesti. Ternyata Melati tinggal di panti asuhan Luhur Pekerti. Ibu Prihatiningtyas itulah yang telah membesarkan dan mendidiknya. Melati Pradnya Pangesti tidak pernah tahu siapa orangtua kandungnya namun Mehmet tetap bertekad untuk menikahi Melati Pradnya Pangesti.

"Tidak. Mehmet, dokter sudah menvonis usiaku yang hanya tinggal menghitung hari ini." kata Melati menolak pinangan Mehmet. Mehmet serius untuk menikahinya. Kebetulan orangtua Mehmet sedang berada di Jakarta. Lamaran pranikah dilangsungkan dengan sederhana. Lamaran ini dihadiri Liana dan Ozden yang kebetulan sedang berlibur di Jakarta. 

Ozden Ozenrenler adalah sepupu Mehmet Bozdemir. Kedua orangtua Ozden sudah meninggal dunia sejak ia masih kecil. Mereka dibesarkan dan dididik bersama oleh orangtua Mehmet. 

Dihari, tempat dan tanggal yang sama, Melati Pradnya Pangesti menikah dengan Mehmet Bozdemir. Sementara Ozden Ozenrenler menikah dengan Liana Djurno.  Kedua pasangan ini memutuskan untuk menikah di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta. Setelah pernikahan, kedua pasangan ini merencanakan bulan madu di negeri Seribu Menara.

Dari Bandara Soekarno Hatta kedua pasangan ini berpamitan dengan keluarga dan kerabat menuju Bandara Internasional Attaturk. 

Lania dan Melati yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di negeri Andalusia terkagum-kagum melihat Istanbul sebagai sebuah daratan yang indah di kelilingi lautan biru yang tenang dengan peninggalan budaya peradaban Romawi, Eropa dan peninggalan muslim yang indah. 

Jembatan Bosphorus menjadi jembatan antar benua penghubung Asia dan Eropa. Menyusuri laut Bosphorus, menikmati keindahan Blue Mosque, Hagia Sophia, dan Topkapi Palace dari kejauhan. Mereka melewati senja nan indah di Hippodrome, sebuah taman besar di depan Blue Mosque. Mereka menyempatkan diri untuk shalat magrib berjamaah di masjid Sultan Ahmed atau Blue Mosque.

Di masjid berinterior biru itu, Melati Pradnya Pangesti menghembuskan napas di rakaat terakhir shalat magribnya. Duka, bahagia menyaksikan sakaratul maut yang begitu indah mencekam hati Mehmet Bozdemir, suaminya. Orang-orang terdekatnya Ozden Ozenrenler, dan Liana Djurno. Juga jemaah yang shalat di masjid yang berarsitektur indah itu.


HTML Guestbook is loading comments...

Blog Archive

Koleksi Kisah Fiksi Karya ROSE