STEP MOM isn't SNAKE MOM




Dari jendela kumemandang
Hamparan sahara cokelat kemerahan
Gurunnya bagai lekuk penari gambyong
Yang tengah mengikuti irama gamelan
Daun kurma pun turut bergoyang
Seakan terbuai lantunan biduanita
Menimang asa yang tengah bimbang
Dirundung rindu pada lambaian nyiur kelapa
~

Tiba-tiba saja Laysha membanting pintu, melempar tas dan sepatu, sambil menangis mengacak-acak rambut. Aku hanya mengelus dada.

"Laysha sayang sini peluk Mamah," rayuku menenangkan dan mengulurkan tangan.

Bukan ia menghampiri tanganku, namun lari ke kamar dan membanting pintu.

"Mamah pembohong! Mamah jahat!" katanya sambil memukul-mukul pintu.
Wierd Pictures for Myspace
Aku tak lagi membujuknya. "Percuma, hanya akan menambah masalah." Pikirku karena ini bukan pertama kali terjadi.

Tak lama berselang suamiku datang, sementara Laysha masih mengamuk sambil menjerit-jerit mencercaku.

"Ada apa, Mah gaduh sekali, tidak enak didengar tetangga," kata suamiku. "Mengapa dia mengamuk seperti itu?"

Aku hanya menarik napas panjang, menyediakan teh susu kesukaannya. "Minum dulu, Pah. Belum tahu juga, nanti kita tanya." Sahutku.

"Tadi saya ke sekolah menjemputnya, tapi guru mengatakan Laysha ngambek. Pulang naik bus ditemani Bu Cristine." Kata suamiku.

Cukup lama, barulah suara tangisnya reda. Suamiku membujuknya. "Laysha, keluar dong sayang. Lihat ini, Papah bawa apa? Katanya mau cokelat patchi, ini Papah belikan. Ayo buka pintunya."

Berkali-kali suamiku merayunya, akhirnya keluar juga. "Papah," katanya masih sesegukan memeluk papahnya.

"Ayo, Laysha cantik, ada apa sayang?" tanya suamiku lembut.

"Mana patchinya?" Laysha merajuk manja dengan air mata masih berlinang.

Antara kesal karena suamiku memanjakannya dan bingung atas kemanjaan Laysha yang sudah mulai remaja. "Bukankah Papah minta kamu bicara Laysha. Ceritakan, apa yang tadi kamu alami di sekolah, Sayang?" kataku.

"Aku nggak mau ngomong sama Mamah! Mamah jahat!" sahut Laysha ketus.

"Eit, tidak boleh begitu. Sini sama Papah cerita." Bujuk suamiku memangku Laysha, sambil mengedipkan sebelah mata isyarat untuk diam.

Kutinggalkan mereka berdua di ruang tamu. Dari ruang makan masih terdengar pembicaraan mereka.

"Pah, teman-teman bilang Mamah Averina bukan mamahku. Mamahku siapa, Pah? Kenapa rambut Papah dan Mamah hitam sementara rambutku pirang? Tadi rambutku dipegang-pegang anak-anak Arab. Aku sebel! Belum lagi teacher, aku nggak boleh ikut pelajaran salat, katanya aku bukan muslim. Aku kan kesal Pah? Aku anak siapa Pah? Papah salat, kenapa aku nggak boleh ikut pelajaran agama Islam, Pah?" adunya manja dipangkuan suamiku.

"Laysha, anak Papah yang cantik soal pelajaran agama Islam, Insya Allah besok Papah ke sekolah menemui gurumu. Tapi mereka memegang rambut Laysha, hanya karena rambutmu ini indah." Rayu suamiku sambil membelai rambut pirangnya.

"Tapi kan aku gak suka Pah. Rambutku ditarik-tarik untuk mainan, kan sakit, Pah. Besok aku nggak mau sekolah!" rajuk Laysha

"Lo! Kenapa?" tanya suamiku.

"Entar jika rambut Laysha ditarik-tarik lagi gimana ?" kata Laysha.

"Digelung saja rambutnya." Jawab suamiku sekenanya.

"Emangnya aku aunty India."

Kudengar papah dan anak itu mulai tertawa. Entahlah selalu ada saja jadi bahan tertawaan mereka.




~

Tawa mereka bagai memutar kembai memori ingatanku pada sepuluh tahun lalu. Saat suamiku menikah dengan Grishilde Gusta tanpa izin dariku. Aku tak mau bercerai karena aku sangat mencintainya.

Kebahagiaan mereka tak berlangsung lama. Grishilde Gusta meninggal saat melahirkan Laysha karena perdarahan. Laysha Gusta Himbalang harus menjadi piatu sebelum disusui ibu kandungnya. Naluri ibu menuntunku memberi air susu pada anak tiri. Bayi merah itu telah melunturkan rasa benci dan cemburuku.




~

Tanpa sadar aku pun menangis duduk di lantai dapur. Antara sedih dan bahagia karena masih mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga walau sempat retak dan menggores luka.

Tiba-tiba suara itu terdengar lembut dan menyejukkan hati, "Mama, mengapa menangis di sini," kata Laysha. "Mama, jangan menangis, membuatku sedih." Ia memelukku. Aku hanya membelai rambutnya yang lembut menyentuh pipiku.




The empty quarter Liwa, 21st December 2012.
HTML Guestbook is loading comments...

Blog Archive

Koleksi Kisah Fiksi Karya ROSE