ANDROMEDA MASEHI

M31, the Andromeda Galaxy (now with h-alpha)

Suhu udara senja 20*C begitu bersahabat akhir tahun 2012. Beberapa orang berjalan di trotoar, komplek perumahan dua tingkat Khalifa-1, Kampung Beda Zayed-2. Sekilas tampak bagai kubus berbaris rapi. Pohon kurma pun menghias keindahan bak ikat pinggang membelah jalan dua arah tersebut.

Andromeda, wanita bertugas sebagai kerani di sebuah pelayanan kesehatan, santai mengemudikan mobilnya sambil mengikuti lantunan lagu forgive me, Maher Zain.

Lampu-lampu hias perayaan hari kemerdekaan tak lagi menyala. Tak ada kembang api dan bunyi terompet. Lalu lalang kendaraan tampak lengang, hanya patroli kendaraan roda dua petugas keamanan kompleks perumahan sesekali melintas.

Andromeda tiba di halaman parkir rumah sakit dan keluar dari mobilnya. Tak ada kendaraan selain mobil altima miliknya. "Happy New year, Madam." Sapa petugas keamanan kebetulan melintas area parkir. Andromeda membalasnya dengan tersenyum. Ia bergegas menuju tempatnya bekerja untuk berganti sif.

"Hello, good evening, how was your day Amo?" sapa Andromeda.

"Wawlahi horrible Andra!sahut Kamaluddin. "What’s going on?"

"Muskhilah ya bint! Jadwalmu Zain!" komentarnya sambil terus menatapi kertas jadwal kerja di pembuka tahun 2013.

Setelah memerhatikan jadwal, Andromeda terperajat. Dia langsung ke ruang kerja atasannya. Namun ia tak menemukan siapa-siapa di ruangan itu. Atasannya sedang berdiri di pintu utama rumah sakit sambil merokok.

"Ada apa, Megawati?" sapa Ahmed Al Hamdi lebih dahulu, ia kesulitan mengucapkan nama Andromeda.

"Saya ingin menanyakan, siapa membuat jadwal ini, Pak?" tanya Andromeda.

"Siapa memberikan kertas itu padamu?" sahut pria bersorban itu balik bertanya dengan raut sinis.

"Siapa memberikannya? Itu tidak penting, Pak! Karena saya memintanya. Saya harus tahu jadwal kerja saya!" kata Andromeda kesal.

"Jadwal itu tidak dibubuhi tanda tanganku. Kamu tidak perlu memercayainya," Sahut sambil merebut kertas itu. Merobek dan membuangnya.

"Maaf, Pak. Bukankah selama ini Bapak memang tak pernah menandatangani jadwal. Silakan Bapak periksa kertas-ketas salinan jadwal ini." Andromeda berusaha membela diri dengan mengambil berkas kertas lain dari map di tangannya. "Saya betul-betul lelah dengan jam kerja seperti ini, Pak! Setelah tugas malam, kemudian saya harus masuk sore. Bagaimana bisa berkonsentrasi dengan pekerjaanku, Pak?"

"Kamu kembali ke tempatmu bekerja! Aku akan mendatangimu dan bicara padamu." Katanya ketus. Andromeda tak punya pilihan. Percuma bersilat lidah dengan pria diktaktor itu. Ia masih menimbang butuh pekerjaan, sehingga dia lebih berhati-hati.

Setelah salat Margib, sang atasan mendatanginya dan memberi jadwal baru, "Karena kekurang ajaranmu tadi, uang lemburmu tak akan dibayar!" ancamnya. "Tidak masalah, Pak. Kalau memang rezeki tak akan ke mana. Saya ikhlas bekerja. Saya yakin, Allah membayarnya dalam bentuk lain." Kata Andromeda sekenanya. Ia malas menghadapi pria tua dihadapannya. 

Mendengar jawaban itu sang bos mengajukan penawaran. "Megawati, aku akan mengusahakanmu untuk kita berlibur." Katanya sedikit lunak. "Oh, kapan itu, Pak?" sahut Andromeda. Ia memang sangat menginginkan liburan dan berlayar ke Pulau Delma. "Hubbunii say'i yu'mi. Habibti!" goda sang atasan, seakan lupa janggut kembang jambu telah menghias keriput dagunya. Andromeda mengerti, sekarang bakteri mesum tengah berkembang biak di otak bosnya. "Kullu mamnu' margub ya Shaikh!" sahutnya tanpa senyum.

Untuk kesekian kali sang atasan mengajaknya kencan. Namun Andromeda selalu menolak, ia sangat bersyukur Allah masih menguatkan imannya.

~

Saat itu dua pria datang ke meja kerja Andromeda. Sang atasan pun meninggalkannya. Andromenda mengenal Pak Hanif bersama anaknya Agung Merkuri. Telah biasa bercanda dan sedikit menggoda tak serius si janda kembang tak beranak itu. "Senyum kok dipaksa! Mana wajah manismu, aku ke sini kangen lesung pipitmu itu." Canda Pak Hanif. "Pak Hanif paling bisa kalau menggoda saya, ada keluhan apa, Pak?" tanya Andromeda ramah sambil mencari data Pak Hanif di komputer. Agung di sebelahnya hanya cengar-cengir. "Tidak ada apa-apa, Nak. Cuma mau kontrol tensi darah saja. Dada kiri Bapak agak sesak!" katanya sambil memegang dada.

Suster Lita datang menghampirinya. Agung mendampingi menuju ruang perawatan. Suster Lita memeriksa, "Bagus, Pak! 120/80 mmHg, nadinya 88 per menit."
"Dokter jaganya siapa, Suster?" tanya Agung pada Lita.

Dokter Erick sang dokter jaga memeriksa kondisi Pak Hanif, melakukan perekaman irama jantung, ternyata hasil Elektro Kardio Grafi -3-nya normal. Dokter jaga memberinya resep obat dan sesaat meninggalkan ruangan.

Sementara menunggu putranya mengambil obat di apotek, "Mbak Andra, terkadang kita mendapatkan sesuatu bukan di tempat yang kita ikhtiarkan!" kata Pak Hanif seakan menerka pikiran Andromeda. Andromeda tak dapat berkelit. Mereka saling kenal dekat dan ditambah pengalaman Pak Hanif bagai mampu membaca pikirannya. "Pak Hanif, bukankah kita harus mengusahakan hak yang seharusnya kita dapatkan, Pak?" sahut Andromeda.

"Mbak Andra kan sudah tahu sendiri tabiat orang sini seperti apa? Apa mau menderita sakit jantung seperti Bapak? Bapak ini terlambat, Ndra. Dulu semua Bapak pikirkan. Padahal orang yang Bapak anggap menganiaya belum tentu memikirkan Bapak, Dan lucunya mereka merasa benar, bertindak sesuai pembenaran persepsi kitab mereka," Katanya tertawa ringan.

"Iya ya, Pak. Untuk apa saya risaukan! Bukankah Allah berfirman: Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya pula."

"Nah, itu Mbak Andra tahu!" katanya "Mbak Andra banyaklah bersyukur karena masih memiliki pekerjaan. Di luar sana banyak orang pintar mencari pekerjaan. Meskipun hak tidak didapat di sini. Insya Allah, Allah akan membayarnya dengan yang lebih baik, Mbak. Tanggung jawab kita hanyalah mengendalikan pikiran, perasaan, perkataan, dan tindakan." Kata Pak Hanif bersiap meninggalkan tempat itu. "Bapak pulang dulu ya, Mbak Andra, Agung sudah datang tuh."

"Duh, Bapak ini kalau ngobrol dengan Mbak Andra akrab sekali," kata Agung sambil menenteng jinjingan obat dari apotek. "Kamu cemburu, Gung?" katanya tersenyum. "Sudah! Lamar saja. Nanti keburu Bapak melamarnya!" goda Pak Hanif pada anaknya. Agung pun hanya tersenyum melihat Andromeda tersipu malu.


By Rose, Madina Zayed, 2013

Keterangan:

1 nama komplek perumahan di kawasan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab
2 kota kecil di wilayah barat Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
3 alat untuk mengetahui kelainan fungsi jantung


Guestbook

Not using Html Comment Box  yet?

No one has commented yet. Be the first!

rss

Blog Archive

Koleksi Kisah Fiksi Karya ROSE